Sabtu, 16 Mei 2015

makalah psikologi perkembangan kognitif



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Teori Perkembangan Kognitif, adalah teori yang dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan.
Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata-skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental.
Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan.

B.      Rumusan masalah
Supaya pembahasan makalah ini tidak teralu luas, maka penulis memberi batasan masalah dengan rumusan sebagai berikut :
1.       Menjelaskan pengertian  perkembangan kognitif
2.       Menjelaskan faktor-faktor penunjang perkembangan kognitif
3.       Menjelaskan tahap perkembangan kognitif
4.       Menjelasakan stimulasi dan optimalisasi kogniti

C.      Tujuan penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Memenuhi Tugas Mata Kuliah psikologi perkembangan anak
2.      Menjelaskan pengertian perkembangan kognitif
3.      Menjelaskan faktor-faktor penunjang perkembangan kognitif
4.      Menjelaskan tahap perkembangan kognitif
5.      Menjelasakan stimulasi dan optimalisasi kognitif



















BAB II
PEMBAHASAN
MENGIDENTIFKASI ASPEK PERKEMBANGAN KOGNITIF
A.    Pengertian Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.[1]
 perkembangan kognitif adalah tahap-tahap perkembangan manusia mulai dari usia anak-anak sampai dewasa, mulai dari proses berfikir secara konkret sampai dengan yang lebih tinggi yaitu konsep-konsep abstrak dan logis.[2]
Perkembangan kognitif merupakan perubahan kemampuan berfikir atau intelektual.[3] Bayak ulam islam membagi perkembangan kognitif berdasarkan empat priode, yang tedapat dalam QS Al-Ruum: 54 yang artinya
Allah, dialah yang menciptakan kamu dalam keadaan lemah, kemudian dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan berubah. Dia menciptakan apa yang dikehendakinya dan dialah yang maha mengeahui lagi maha kuasa.
Menurut Piaget Perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat kumulatif. Artinya, perkembargan terdahulu akan menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya. Dengan demikian, apabila teriadi hambatan pada perkembangan terdahulu maka perkembangan selanjutnya akan memperoleh hambatan. 
Menurut penulis perkembangan kognitif, yaitu suatu proses perkembangan berfikir anak sesuai dengan bertambahnya usia anak tersebut, dimana proses perkembangan ini dimulai dari sejak lahir sampai dewasa.
Piaget mengemukakan beberapa konsep dan prinsip tentang sifat-sifat perkembangan kognitif anak, diantaranya:
1.            Anak adalah belajar yang aktif.
Piaget menyakini bahwa anak tidak hanya mengobservasi dan mengingat apa-apa yang mereka lihat dan dengar secara pasif. Sebaliknya mereka secara natura lmemiliki rasa ingin tahu tentang dunia mereka dan secara aktif berusaha mencari informasi untuk membantu pemahaman dan kesadarannya tentang realitas dunia yang mereka hadapi itu. Dalam memahami dunia mereka secara aktif, anak-anak menggunakan apa yang disebut oleh piaget dengan ” schema” (skema), yaitu konsep atau kerangka yang ada dalam pikiran anak yang digunakan untuk mengorganisasikan dan mengimplementasikan informasi.
2.            Anak mengorganisasikan apa yang mereka pelajari dari pengalamannya.
Anak-anak tidak hanya mengumpulkan apa-apa yang mereka pelajari dari fakta-fakta yang terpisah menjadi satu kesatuan. Sebaliknya anak-anak secara gradual membangun suatu pandangan menyeluruh tentang bagaimana dunia bergerak.
3.            Anak menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomondasi.
Dalam menggunakan dan mengadaptasi skema mereka, ada dua proses yang bertanggung jawab, yaitu assimilation dan accomondation. Asimilasi terjadi ketika seorang anak memasukkan pengetahuan baru kedalam pengetahuan yang sudah ada. Sedanagkan akomondasi terjadi ketika anak menyesuaikan diri pada informasi baru.
4.            Proses ekuilibrasi menunjukkan adanya peningkatan kearah bentuk-bentuk pemikiranyang lebih kompleks.
Menurut piaget, melalui kedua proses penyesuaian asimilasi dan akomondasi sistem kognisi seseorang berkembang dari satu tahap ke tahap selanjutnya, sehingga kadang-kadang mencapai equilibrium yakni keadaan seimbang antara  struktur kognisinya dan pengalamannya dilingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian diatas. Namun keadaan seimbang ini tidak dapat bertahan hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Sebagai anak yang sedang tumbuh, kadang-kadang mereka berhadapan dengan situasi yang tidak dapat menjelaskan secara memuaskan tentang dunia dalam termologi yang dipahaminya saat ini. Kondisi demikian menimbulkan konflik kognitif atau disequilibrium, yakni semacam ketidaknyamanan mental yang mendorong untuk mencoba membuat pemahaman tentang apa yang mereka saksikan. Dengan melakukan penggantian, mengorganisasi kembali atau mengintegrasikan secara baik sekema-skema mereka (dalam kata-kata lain, melalui akomondasi), anak-anak akhirnya mampu memecahkan konflik, mampu memahami kejadian-kejadian yang sebelumnya membingungkan, serta kembali mendapatkan keseimbangan pemikiran.
Berdasarkan hasil studi Piaget, terdapat lima faktor yang mempengaruhi seseorang pindah tahap perkembangan intelektualnya. Kelima faktor itu adalah: kematangan (maturation), pengalaman fisik (physical experience), pengalaman logika matematika (logico-methematical experience), transmisi sosial (social transmission), dan ekuilibrasi (equilibration).[4]
1.       Kematangan yaitu proses perubahan fisiologis dan anatomis, proses pertumbuhan tubuh, sel-sel otak, sistem saraf dan manifestasi lainnya yang mempengaruhi perkembangan kognitif. Kematangan mempunyai peran yang penting dalam perkembangan intelektual. Hal ini ditunjukkan oleh hasil beberapa penelitian yang membuktikan adanya perbedaan rata-rata usia anak pada tahap perkembangan yang sama pada satu masyarakat dengan masyarakat lain yang berbeda.
2.       Pengalaman fisik yaitu pengalaman yang melibatkan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungan fisik, memanipulasi obyek-obyek di sekitarnya dan membuat abstraksi dari obyek tersebut. Melalui pengalaman fisik akan terbentuk pengetahuan fisik dalam diri individu, karena pengetahuan fisik merupakan pengetahuan tentang benda-benda yang ada "di luar" dan dapat diamati dalam kenyataan eksternal. Salah satu perkembangan fisik yang mempengaruhi perkembangan kognitif adalah perkembangan otak Otak berkembang paling pesat pada masa bayi. Pada masa kanak-kanak otak tidak bertumbuh dan berkembang sepesat masa bayi. Pada masa awal kanak-kanak, perkembangan otak dan sistem syaraf berkelanjutan. Otak dan kepala bertumbuh lebih pesat daripada bagian tubuh lainnya.  Bertambah matangnya otak, dikombinasikan dengan kesempatan untuk mengalami suatu pengalaman melalui rangsangan dari lingkungan menjadi sumbangan terbesar bagi lahirnya kemampuan-kemampuan kognitif pada anak. Artinya, perkembangan kognitif menjadi optimal jika ada kematangan dalam pertumbuhan otak serta ada rangsangan dari lingkungannya.[5]
3.       Pengalaman logika matematika yaitu pengalaman membangun hubungan-hubungan atau membuat abstraksi yang didapat dari hasil interaksi terhadap obyek. Dengan pengalaman logika matematika akan terbentuk pengetahuan logika matematika dalam diri individu. Pengetahuan logika matematika merupakan hubungan-hubungan yang diciptakan subyek dan diperlakukan pada obyek-obyek.
4.       Transmisi sosial yaitu proses interaksi sosial dalam menyerap unsur-unsur budaya yang berfungsi mengembangkan struktur kognitif. Hal ini dapat terjadi melalui informasi yang datang dari orang tua, guru, teman, media cetak dan media elektronik. Dengan adanya transmisi sosial akan terbentuk pengetahuan sosial dalam diri individu. Pengetahuan sosial merupakan pengetahuan yang didasarkan pada perjanjian sosial, suatu perjanjian atau kebiasaan yang dibuat oleh manusia. Pengetahuan sosial dan pengetahuan fisik merupakan pengetahuan tentang isi yang bersumber dari kenyataan yang ada "di luar", sementara pengetahuan logika matematik mengkonstruksi keadaan nyata tersebut melalui pikiran.
5.       Ekuilibrasi yaitu kemampuan untuk mencapai kembali keseimbangan selama periode ketidak seimbangan. Ekuilibrasi merupakan suatu proses untuk mencapai tingkat kognitif yang lebih tinggi melalui asimilasi dan akomodasi. Pada proses ini mengintegrasikan faktor-faktor kematangan, pengalaman fisik, pengalaman logika matematika, dan transmisi sosial
C.    Tahap perkembangan kognitif
Piaget juga menyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang melalui serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. Dalam hal ini  Piaget membagi perkembangan kognitif ke dalam empat fase, yaitu fase sensorimotor, fase praoperasional, fase operasi konkret, dan fase operasi formal”.[6]
1.      Fase sensorimotor (usia 0 – 2 tahun)
Pada masa dua tahun kehidupannya, anak berinteraksi dengan dunia di sekitarnya, terutama melalui aktivitas sensoris (melihat, meraba, merasa, mencium, dan mendengar) dan persepsinya terhadap gerakan fisik, dan aktivitas yang berkaitan dengan sensoris tersebut. Koordinasi aktivitas ini disebut dengan istilah sensorimotor.
Fase sensorimotor dimulai dengan gerakan-gerakan refleks yang dimiliki anak sejak ia dilahirkan.
a.        Periode paling awal tahap sensorimotor adalah periode reflex pada (umur 0-1 bulan) . Ini berkembang sejak bayi lahir sampai sekitar berumur 1 bulan. Pada periode ini, tingkah laku bayi kebanyak bersifat refleks, spontan, tidak disengaja, dan tidak terbedakan. Tindakan seorang bayi didasarkan pada adanya rangsangan dari luar yang ditanggapi secara refleks.
b.      Periode 2 yaitu  Kebiasaan (umur 1 – 4 bulan), Pada periode perkembangan ini, bayi mulai membentuk kebiasan-kebiasaan pertama. Kebiasaan dibuat dengan mencoba-coba dan mengulang-ngulang suatu tindakan. Refleks-refleks yang dibuat diasimilasikan dengan skema yang telah dimiliki dan menjadi semacam kebiasaan, terlebih dari refleks tersebut menghasilkan sesuatu. Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan benda-benda di dekatnya. Ia mulai membedakan diferensiasi akan macam-macam benda yang dipegangnya. Pada periode ini pula, koordinasi tindakan bayi mulai berkembang dengan penggunaan mata dan telinga. Bayi mulai mengikuti benda yang bergerak dengan matanya. Ia juga mulai menggerakkan kepala kesumber suara yang ia dengar.
c.       Periode 3 yaitu Reproduksi kejadian yang menarik (umur 4 – 8 bulan), Pada periode ini, seorang bayi mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada di sekitarnya, Tingkah laku bayi semakin berorientasi pada objek dan kejadian di luar tubuhnya sendiri. Ia menunjukkan koordinasi antara penglihatan dan rasa jamah. Pada periode ini, seorang bayi juga menciptakan kembali kejadian-kejadian yang menarik baginya. Ia mencoba menghadirkan dan mengulang kembali peristiwa yang menyenangkan diri (reaksi sirkuler sekunder).
d.      Periode 4 yaitu Koordinasi Skemata (umur 8 – 12 bulan), Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan hasil tindakannya. Ia sudah mulai menggunakan sarana untuk mencapai suatu hasil. Sarana-sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan atau hasil diperoleh dari koordinasi skema-skema yang telah ia ketahui. Bayi mulai mempunyai kemampuan untuk menyatukan tingkah laku yang sebelumnya telah diperoleh untuk mencapai tujuan tertentu. Pada periode ini, seorang bayi mulai membentuk konsep tentang tetapnya (permanensi) suatu benda. Dari kenyataan bahwa dari seorang bayi dapat mencari benda yang tersembunyi, tampak bahwa ini mulai mempunyai konsep tentang ruang.
e.       Periode 5 yaitu Eksperimen (umur 12 – 18 bulan), Unsur pokok pada perode ini adalah mulainya anak memperkembangkan cara-cara baru untuk mencapai tujuan dengan cara mencoba-coba (eksperimen) bila dihadapkan pada suatu persoalan yang tidak dipecahkan dengan skema yang ada, anak akan mulai mecoba-coba dengan Trial and Error untuk menemukan cara yang baru guna memecahkan persoalan tersebut atau dengan kata lain ia mencoba mengembangkan skema yang baru. Pada periode ini, anak lebih mengamati benda-benda disekitarnya dan mengamati bagaimana benda-benda di sekitarnya bertingkah laku dalam situasi yang baru. Menurut Piaget, tingkah anak ini menjadi intelegensi sewaktu ia menemukan kemampuan untuk memecahkan persoalan yang baru. Pada periode ini pula, konsep anak akan benda mulai maju dan lengkap. Tentang keruangan anak mulai mempertimbangkan organisasi perpindahan benda-benda secara menyeluruh bila benda-benda itu dapat dilihat secara serentak.
f.       Periode 6 yaitu Refresentasi (umur 18 – 24 bulan), Periode ini adalah periode terakhir pada tahap intelegensi sensorimotor. Seorang anak sudah mulai dapat menemukan cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal, tetapi juga dengan koordinasi internal dalam gambarannya. Pada periode ini, anak berpindah dari periode intelegensi sensori motor ke intelegensi refresentatif. Secara mental, seorang anak mulai dapat menggambarkan suatu benda dan kejadian, dan dapat menyelesaikan suatu persoalan dengan gambaran tersebut. Konsep benda pada tahap ini sudah maju, refresentasi ini membiarkan anak untuk mencari dan menemukan objek-objek yang tersembunyi. Sedangkan konsep keruangan, anak mulai sadar akan gerakan suatu benda sehingga dapat mencarinya secara masuk akal bila benda itu tidak kelihatan lagi.
Karakteristik anak yang berada pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a) Berfikir melalui perbuatan (gerak)
b) Perkembangan fisik yang dapat diamati adalah gerak-gerak refleks sampai ia dapat berjalan dan bicara.
c) Belajar mengkoordinasi akal dan geraknya.
d) Cenderung intuitif egosentris, tidak rasional dan tidak logis.
2.      Fase Praoperasional (usia 2 - 7 tahun)
Pada fase praoperasional, anak mulai menyadari bahwa pemahamannya tentang benda-benda di sekitarnya tidak hanya dapat dilakukan melalui kegiatan sensorimotor, akan tetapi juga dapat dilakukan melalui kegiatan yang bersifat simbolis. Kegiatan simbolis ini dapat berbentuk melakukan percakapan melalui telepon mainan atau berpura-pura menjadi bapak atau ibu, dan kegiatan simbolis lainnva Fase ini memberikan andil yang besar bagi perkembangan kognitif anak. Pada fase praoperasional, anak tidak berpikir secara operasional yaitu suatu proses berpikir yang dilakukan dengan jalan menginternalisasi suatu aktivitas yang memungkinkan anak mengaitkannya dengan kegiatan yang telah dilakukannya sebelumnya. Fase ini merupakan rasa permulaan bagi anak untuk membangun kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir anak pada fase ini belum stabil dan tidak terorganisasi secara baik. Fase praoperasional dapat dibagi ke dalam tiga subfase, yaitu subfase fungsi simbolis, subfase berpikir secara egosentris dan subfase berpikir secara intuitif. Subfase fungsi simbolis terjadi pada usia 2 - 4 tahun. Pada masa ini, anak telah memiliki kemampuan untuk menggambarkan suatu objek yang secara fisik tidak hadir. Kemampuan ini membuat anak dapat menggunakan balok-balok kecil untuk membangun rumah-rumahan, menyusun puzzle, dan kegiatan lainnya. Pada masa ini, anak sudah dapat menggambar manusia  secara  sederhana. Subfase berpikir secara egosentris terjadi pada usia 2-4 tahun. Berpikir secara egosentris ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk memahami perspektif atau cara berpikir orang lain. Benar atau tidak benar, bagi anak pada fase ini, ditentukan oleh cara pandangnya sendiri yang disebut dengan istilah egosentris. Subfase berpikir secata intuitif terjadi pada usia 4 - 7 tahun.  Masa ini disebut subfase berpikir secara intuitif karena pada saat ini anak kelihatannva mengerti dan mengetahui sesuatu, seperti menyusun balok meniadi  rumah-rumahan, akan tetapi pada hakikatnya tidak mengetahui alasan-alasan yang menyebabkan balok itu dapat disusun meniadi rumah. Dengan kata lain, anak belum memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang apa yang ada dibalik suatu kejadian.
Karakteristik anak pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a)      Anak dapat mengaitkan pengalaman yang ada di lingkungan bermainnya dengan pengalaman pribadinya, dan karenanya ia menjadi egois. Anak tidak rela bila barang miliknya dipegang oleh orang lain.
b)      Anak belum memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang membutuhkan pemikiran “yang dapat dibalik (reversible).” Pikiran mereka masih bersifat irreversible
c)      Anak belum mampu melihat dua aspek dari satu objek atau situasi sekaligus, dan belum mampu bernalar (reasoning) secara individu dan deduktif.
d)     Anak bernalar secara transduktif (dari khusus ke khusus). Anak juga belum mampu membedakan antara fakta dan fantasi. Kadang-kadang anak seperti berbohong. Ini terjadi karena anak belum mampu memisahkan kejadian sebenarnya dengan imajinasi mereka.
e)      Anak belum memiliki konsep kekekalan (kuantitas, materi, luas, berat dan isi).
f)       Menjelang akhir tahap ini, anak mampu memberi alasan mengenai apa yang mereka percayai. Anak dapat mengklasifikasikan objek ke dalam kelompok yang hanya mempunyai satu sifat tertentu dan telah mulai mengerti konsep yang konkrit.
3.      Fase Operasi Konkret (usia 7- 11 tahun)
Pada fase operasi konkret, kemampuan anak untuk berpikir secara logis sudah berkembang, dengan syarat, obyek yang menjadi sumber berpikir logis tersebut hadir secara konkret.
 Kemampuan berpikir logis ini terwujud dalarn kemampuan
mengklasifikasikan obyek sesuai dengan klasifikasinya, mengurutkan benda sesuai dengan urutannya, kemampuan untuk memahami cara pandang orang lain, dan kemampuan berpikir secara deduktif.
4.      Fase Operasi Formal (11  tahun sampai usia dewasa)
Fase operasi formal  ditandai oleh perpindahan dari cara berpikir konkret ke cara berpikir abstrak. Kemampuan berpikir abstrak dapat dilihat dari kemampuan  mengemukakan  ide-ide , memprediksi kejadian yang akan terjadi, dan melakukan proses berpikir ilmiah, yaitu mengemukakan hipotesis dan menentukan cara untuk membuktikan kebenaran hipotesis.
Menurut piaget, perkembangan dari masing-masing tahap tersebut merupakan hasil perbaikan dari perkembangan tahap sebelumnya.[7] Hal ini menurut tahapan piaget, setiap individu akan melewati serangkaian perubahan kualitatif yang bersifat invariant, selalu tetap, tidak melompat atau mundur. Perubahan-perubahan dalam kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur berfikir. Dari sudut biologis, piaget melihat adanya sistem yang mengatur dari dalam sehingga organisme mempunyai sistem pencernaan, peredaran darah, sistem pernafasan dan lain-lain. Hal yang sama juga terjadi pada sistem kognisi, di mana adanya sistem yang mengatur dari dalam yang kemudian dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan.
Untuk menunjukkan struktur kognitif yang mendasari pola-pola tingkah laku yang terorganisasi, piaget menggunakan istilah skemadan adaptasi.
Skema (struktur kognitif) adalah proses atau cara mengorganisasi dan merespon berbagai pengalaman. Dengan kata lain, skema adalah suatu pola sistematis dari tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi pemecahan masalah yang memberikan suatu kerangka pemikiran dalam menghadapi berbagai tantangan dan jenis situasi.
Adaptasi (struktur fungsional) adalah sebuah istilah yang digunakan piaget untuk menunjukkan pentingnya pola hubungan individu dengan lingkungan dalam proses perkembangan kognitif. Adaptasi ini muncul dengan sendirinya ketika bayi tersebut mengadakan interaksi dengan dunia disekitarnya. Mereka akan belajar  menyesuaikan diri dan mengatasinya sehingga kemampuan mentalnya akan berkembang dengan sendirinya. Menurut piaget adaptasi ini terdiri dari dua proses yang saling melengkapi yaitu asimilasi dan akomondasi.
Asimilasi, dari sudut biologis asimilasi adalah integrasi antara elemen-elemen eksternal (dari luar) terhadap struktur yang sudah lengkap pada organsme. Asimilasi kognitif mencangkup perubahan objek eksternal menjadi stuktur pengetahuan internal. Proses asimilasi ini didasarkan atas kenyataan bahwa setiap saat manusia selalu mengasimilasikan informasi-informasi yang sampai kepadanya, dimana kemudian informasi-informasi tersebut dikelompokkan kedalam istilah-istilah yang sebelumnya sudah mereka ketahui.
Akomondasi, adalah menciptakan langkah baru atau memperbarui, atau menggabung-gabungkan istilah lama untuk menghadapi tantangan baru. Akomondasi kognitif berarti mengubah struktur kognitif yang telah dimiliki sebelumnya untuk disesuaikan denagan objek stimulus eksternal. Jadi kalau pada asimilasi terjadi perubahan pada objeknya, maka pada akomondasi perubahan terjadi pada subjeknya, sehingga ia dapat menyesuaikan diri dengan objek yang ada di luar dirinya. Sturtur kognitif yang sudah ada dalam diri seseorang mengalami perubahan supaya sesuai dengan rangsangan-rangsangan dari objeknya.
Piaget mengemukakan bahwa setiap organisme yang ingin mengadakan penyesuaian (adaptasi) dengan lingkungannya harus mencapai keseimbangan (ekuilibrium), yaitu antara aktivitas individu terhadap lingkungan (asimilasi) dan aktivitas lingkungan terhadap individu (akomondasi). Hal ini berarti, ketika individu bereaksi terhadap lingkungan, dia menggabungkan stimulus dunia luar dengan struktur yang sudah ada, dan inilah asimilasi.  Pada saat yang sama, ketika lingkungan bereaksi terhadap individu, dan individu mengubah supaya sesuai dengan stimulus dunia luar, maka inilah yang disebut akomondasi.      
D.     stimulasi dan optimalisasi kognitif
a.      Stimulasi
Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak yang datangnya di luar individu anak agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal.[8] . Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus-menerus pada setiap kesempatan. Anak yang mendapatkan stimulasi lebih cepat berkembang dibandingkan dengan yang kurang atau tidak mendapat stimulasi. Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak bahkan bisa menyebabkan gangguan yang menetap.
Stimulasi juga merupakan penguat hubungan antara orang tua dengan anaknya. Misalnya seorang ibu yang memberikan stimulasi/permainan kepada anaknya, menyebabkan anak tersebut menjadi senang dan berinisiatif untuk melakukan permainan dengan ibunya sehingga menciptakan suasana kasih sayang. Dalam melakukan stimulasi ada prinsip dasar yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang.
2. Selalu tunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena anak akan meniru tingkah laku orang-orang yang terdekat dengannya.
3. Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok umur
4. Lakukan stimulasi dengan mengajak anak bermain, bernyanyi, menyenangkan, tanpa paksaan, tanpa hukuman dan bervariasi.
5. Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur anak.
6. Gunakan alat bantu atau permainan yang sederhana, aman dan ada di sekitar anak.
7. Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan.
8. Anak selalu diberi pujian, bila perlu diberi hadiah atas keberhasilannya.
b. optimalisasi
Optimalisasi berasal dari kata optimal artinya terbaik atau tertinggi. Mengoptimalkan berarti menjadi paling baik atau paling tinggi sedangkan optimalisasi adalah proses mengoptimalkan sesuatu dengan kata lain proses menjadikan sesuatu menjadi paling baik atau paling tinggi.  
Cara Optimalkan Pertumbuhan Otak
Kasih sayang dan stimulasi dini adalah bekal pembentukan otak anak yang cerdas. Lengkapi dengan pola tidur berkualitas sejak bayi supaya otak buah hati  tumbuh optimal. Bayi baru lahir, dengan segala keterbatasannya hanya mampu mengomunikasikan apa yang diinginkan dan rasakan melalui tangisan. Untuk mampu mengerti arti tangisan si kecil, seorang ibu haruslah "dekat" dengan bayinya. Kedekatan ini tak sebatas kontak fisik, tetapi juga kasih sayang sejati yang mengikat ibu-bayi dalam ikatan emosional yang kuat.


















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Perkembangan kognitif adalah tahap-tahap perkembangan kognitif manusia mulai dari usia anak-anak sampai dewasa, mulai dari proses-proses berpikir secara konkret sampai dengan yang lebih tinggi yaitu konsep-konsep anstrak dan logis. Jean Piaget seorang pakar yang banyak melakukan penelitian tentang perkembangan kemampuan kognitif manusia, mengemukakan dalam teorinya bahwa kemampuan kognitif manusia terdiri atas 4 tahap dari lahir hingga dewasa. Tahap dan urutan berlaku untuk semua usia tetapi usia pada saat seseorang mulai memasuki tahap tertentu tidak sama untuk setiap orang.
Keempat tahap perkembangan itu digambarkan dalam teori Piaget sebagai berikut :
1.      Tahap sensorimotor:  umur 0 – 2 tahun (anak mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi obyek).
2.      Tahap pra-operasional: umur 2 – 7 tahun (Ciri pokok perkembangannya adalah penggunaan symbol/bahasa tanda dan konsep intuitif).
3.      Tahap operasional konkret: umur 7 – 11 tahun (anak mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian konkret)
4.      Tahap operasional formal: umur 11 ke atas. (Ciri pokok perkembangannya adalah hipotesis, abstrak, deduktif dan induktif serta logis dan probabilitas ).
Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak yang datangnya di luar individu anak agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. optimalisasi adalah proses mengoptimalkan sesuatu dengan kata lain proses menjadikan sesuatu menjadi paling baik atau paling tinggi. 
B.     Saran
Demikian penulisan makalah yang kami susun tentang bahasan Perkembangan Kognitif. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis dan khususnya bagi pembaca. Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangatlah kami harapkan  untuk kesempurnaan makalah ini.


















DAFTAR PUSTAKA
Desmita. psikologi perkembangan peserta didik. Batu sangkar: PT Remaja Rosdakarya. 2009

Desmita. psikologi perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2009

Syamsu yusuf. psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2012

Purwakania hasan. psikologi perkembangan islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006


Dian044.blogspot.com.2012/05/karya-tulis-ilimiah-stimulasi-anak-usia.html.













[1] Desmita,psikologi perkembangan peserta didik.(Batu sangkar:PT Remaja Rosdakarya,2009).h. 97
[3] Purwakania hasan ,psikologi perkembangan islam.(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2006).h. 135
[6] Syamsu yusuf, psikologi perkembangan anak dan remaja.(Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2012).h.6
[7] Desmita,psikologi perkembangan.(Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2009).h.47
[8] Dian044.blogspot.com.2012/05/karya-tulis-ilimiah-stimulasi-anak-usia.html.

1 komentar: