BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Teori
Perkembangan Kognitif, adalah teori yang dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang
psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep
utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap
perkembangan konsep kecerdasan, bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara
lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam
representasi konsep yang berdasar pada kenyataan.
Teori
ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata-skema tentang bagaimana seseorang
mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang
memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental.
Teori
ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori
nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan
pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun
kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya
terhadap lingkungan.
B.
Rumusan
masalah
Supaya
pembahasan makalah ini tidak teralu luas, maka penulis memberi batasan masalah
dengan rumusan sebagai berikut :
1. Menjelaskan
pengertian perkembangan kognitif
2. Menjelaskan
faktor-faktor penunjang perkembangan kognitif
3. Menjelaskan
tahap perkembangan kognitif
4. Menjelasakan
stimulasi dan optimalisasi kogniti
C.
Tujuan
penulisan
Adapun
tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Memenuhi
Tugas Mata Kuliah psikologi perkembangan anak
2. Menjelaskan
pengertian perkembangan kognitif
3. Menjelaskan
faktor-faktor penunjang perkembangan kognitif
4. Menjelaskan
tahap perkembangan kognitif
5. Menjelasakan
stimulasi dan optimalisasi kognitif
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
MENGIDENTIFKASI ASPEK PERKEMBANGAN
KOGNITIF
A.
Pengertian
Perkembangan kognitif
Perkembangan
kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan
dengan pengetahuan, yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan
bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.[1]
perkembangan kognitif adalah tahap-tahap
perkembangan manusia mulai dari usia anak-anak sampai dewasa, mulai dari proses
berfikir secara konkret sampai dengan yang lebih tinggi yaitu konsep-konsep
abstrak dan logis.[2]
Perkembangan
kognitif merupakan perubahan kemampuan berfikir atau intelektual.[3]
Bayak ulam islam membagi perkembangan kognitif berdasarkan empat priode, yang
tedapat dalam QS Al-Ruum: 54 yang artinya
Allah,
dialah yang menciptakan kamu dalam keadaan lemah, kemudian dia menjadikan
(kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian dia menjadikan (kamu)
sesudah kuat itu lemah (kembali) dan berubah. Dia menciptakan apa yang
dikehendakinya dan dialah yang maha mengeahui lagi maha kuasa.
Menurut Piaget
Perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat kumulatif. Artinya,
perkembargan terdahulu akan menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya. Dengan
demikian, apabila teriadi hambatan pada perkembangan terdahulu maka
perkembangan selanjutnya akan memperoleh hambatan.
Menurut penulis
perkembangan kognitif, yaitu suatu proses perkembangan berfikir anak sesuai
dengan bertambahnya usia anak tersebut, dimana proses perkembangan ini dimulai
dari sejak lahir sampai dewasa.
Piaget
mengemukakan beberapa konsep dan prinsip tentang sifat-sifat perkembangan
kognitif anak, diantaranya:
1.
Anak adalah belajar yang aktif.
Piaget menyakini bahwa
anak tidak hanya mengobservasi dan mengingat apa-apa yang mereka lihat dan
dengar secara pasif. Sebaliknya mereka secara natura lmemiliki rasa ingin tahu
tentang dunia mereka dan secara aktif berusaha mencari informasi untuk membantu
pemahaman dan kesadarannya tentang realitas dunia yang mereka hadapi itu. Dalam
memahami dunia mereka secara aktif, anak-anak menggunakan apa yang disebut oleh
piaget dengan ” schema” (skema), yaitu konsep atau kerangka yang ada dalam
pikiran anak yang digunakan untuk mengorganisasikan dan mengimplementasikan
informasi.
2.
Anak mengorganisasikan apa yang mereka
pelajari dari pengalamannya.
Anak-anak tidak hanya mengumpulkan
apa-apa yang mereka pelajari dari fakta-fakta yang terpisah menjadi satu
kesatuan. Sebaliknya anak-anak secara gradual membangun suatu pandangan
menyeluruh tentang bagaimana dunia bergerak.
3.
Anak menyesuaikan diri dengan lingkungan
melalui proses asimilasi dan akomondasi.
Dalam menggunakan dan
mengadaptasi skema mereka, ada dua proses yang bertanggung jawab, yaitu
assimilation dan accomondation. Asimilasi terjadi ketika seorang anak
memasukkan pengetahuan baru kedalam pengetahuan yang sudah ada. Sedanagkan
akomondasi terjadi ketika anak menyesuaikan diri pada informasi baru.
4.
Proses ekuilibrasi menunjukkan adanya
peningkatan kearah bentuk-bentuk pemikiranyang lebih kompleks.
Menurut piaget, melalui
kedua proses penyesuaian asimilasi dan akomondasi sistem kognisi seseorang
berkembang dari satu tahap ke tahap selanjutnya, sehingga kadang-kadang
mencapai equilibrium yakni keadaan seimbang antara struktur kognisinya dan pengalamannya
dilingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut
selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian diatas. Namun
keadaan seimbang ini tidak dapat bertahan hingga batas waktu yang tidak
ditentukan. Sebagai anak yang sedang tumbuh, kadang-kadang mereka berhadapan
dengan situasi yang tidak dapat menjelaskan secara memuaskan tentang dunia
dalam termologi yang dipahaminya saat ini. Kondisi demikian menimbulkan konflik
kognitif atau disequilibrium, yakni semacam ketidaknyamanan mental yang
mendorong untuk mencoba membuat pemahaman tentang apa yang mereka saksikan.
Dengan melakukan penggantian, mengorganisasi kembali atau mengintegrasikan
secara baik sekema-skema mereka (dalam kata-kata lain, melalui akomondasi),
anak-anak akhirnya mampu memecahkan konflik, mampu memahami kejadian-kejadian
yang sebelumnya membingungkan, serta kembali mendapatkan keseimbangan
pemikiran.
Berdasarkan
hasil studi Piaget, terdapat lima faktor yang mempengaruhi seseorang pindah
tahap perkembangan intelektualnya. Kelima faktor itu adalah: kematangan (maturation), pengalaman fisik (physical experience), pengalaman logika
matematika (logico-methematical
experience), transmisi sosial (social
transmission), dan ekuilibrasi (equilibration).[4]
1.
Kematangan
yaitu
proses perubahan fisiologis dan anatomis, proses pertumbuhan tubuh, sel-sel
otak, sistem saraf dan manifestasi lainnya yang mempengaruhi perkembangan
kognitif. Kematangan mempunyai peran yang penting dalam perkembangan
intelektual. Hal ini ditunjukkan oleh hasil beberapa penelitian yang
membuktikan adanya perbedaan rata-rata usia anak pada tahap perkembangan yang
sama pada satu masyarakat dengan masyarakat lain yang berbeda.
2.
Pengalaman
fisik yaitu pengalaman yang melibatkan seseorang untuk
berinteraksi dengan lingkungan fisik, memanipulasi obyek-obyek di sekitarnya
dan membuat abstraksi dari obyek tersebut. Melalui pengalaman fisik akan
terbentuk pengetahuan fisik dalam diri individu, karena pengetahuan fisik
merupakan pengetahuan tentang benda-benda yang ada "di luar" dan
dapat diamati dalam kenyataan eksternal. Salah satu perkembangan fisik yang mempengaruhi perkembangan
kognitif adalah perkembangan otak Otak berkembang paling pesat pada masa bayi.
Pada masa kanak-kanak otak tidak bertumbuh dan berkembang sepesat masa bayi.
Pada masa awal kanak-kanak, perkembangan otak dan sistem syaraf berkelanjutan.
Otak dan kepala bertumbuh lebih pesat daripada bagian tubuh lainnya. Bertambah
matangnya otak, dikombinasikan dengan kesempatan untuk mengalami suatu
pengalaman melalui rangsangan dari lingkungan menjadi sumbangan terbesar bagi
lahirnya kemampuan-kemampuan kognitif pada anak. Artinya, perkembangan kognitif
menjadi optimal jika ada kematangan dalam pertumbuhan otak serta ada rangsangan
dari lingkungannya.[5]
3.
Pengalaman
logika matematika yaitu pengalaman membangun
hubungan-hubungan atau membuat abstraksi yang didapat dari hasil interaksi
terhadap obyek. Dengan pengalaman logika matematika akan terbentuk pengetahuan
logika matematika dalam diri individu. Pengetahuan logika matematika merupakan
hubungan-hubungan yang diciptakan subyek dan diperlakukan pada obyek-obyek.
4.
Transmisi
sosial yaitu proses interaksi sosial dalam menyerap
unsur-unsur budaya yang berfungsi mengembangkan struktur kognitif. Hal ini
dapat terjadi melalui informasi yang datang dari orang tua, guru, teman, media
cetak dan media elektronik. Dengan adanya transmisi sosial akan terbentuk
pengetahuan sosial dalam diri individu. Pengetahuan sosial merupakan
pengetahuan yang didasarkan pada perjanjian sosial, suatu perjanjian atau
kebiasaan yang dibuat oleh manusia. Pengetahuan sosial dan pengetahuan fisik
merupakan pengetahuan tentang isi yang bersumber dari kenyataan yang ada
"di luar", sementara pengetahuan logika matematik mengkonstruksi
keadaan nyata tersebut melalui pikiran.
5.
Ekuilibrasi
yaitu kemampuan untuk mencapai kembali keseimbangan selama periode ketidak
seimbangan. Ekuilibrasi merupakan suatu proses untuk mencapai tingkat kognitif
yang lebih tinggi melalui asimilasi dan akomodasi. Pada proses ini
mengintegrasikan faktor-faktor kematangan, pengalaman fisik, pengalaman logika
matematika, dan transmisi sosial
C.
Tahap
perkembangan kognitif
Piaget juga
menyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang melalui serangkaian tahap
pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. Dalam hal ini Piaget membagi perkembangan kognitif ke dalam
empat fase, yaitu fase sensorimotor, fase praoperasional, fase operasi konkret,
dan fase operasi formal”.[6]
1. Fase
sensorimotor (usia 0 – 2 tahun)
Pada masa dua tahun
kehidupannya, anak berinteraksi dengan dunia di sekitarnya, terutama melalui
aktivitas sensoris (melihat, meraba, merasa, mencium, dan mendengar) dan
persepsinya terhadap gerakan fisik, dan aktivitas yang berkaitan dengan
sensoris tersebut. Koordinasi aktivitas ini disebut dengan istilah
sensorimotor.
Fase sensorimotor
dimulai dengan gerakan-gerakan refleks yang dimiliki anak sejak ia dilahirkan.
a. Periode paling awal tahap sensorimotor adalah
periode reflex pada (umur 0-1 bulan) . Ini berkembang sejak bayi lahir sampai
sekitar berumur 1 bulan. Pada periode ini, tingkah laku bayi kebanyak bersifat
refleks, spontan, tidak disengaja, dan tidak terbedakan. Tindakan seorang bayi
didasarkan pada adanya rangsangan dari luar yang ditanggapi secara refleks.
b. Periode
2 yaitu Kebiasaan (umur 1 – 4 bulan),
Pada periode perkembangan ini, bayi mulai membentuk kebiasan-kebiasaan pertama.
Kebiasaan dibuat dengan mencoba-coba dan mengulang-ngulang suatu tindakan.
Refleks-refleks yang dibuat diasimilasikan dengan skema yang telah dimiliki dan
menjadi semacam kebiasaan, terlebih dari refleks tersebut menghasilkan sesuatu.
Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan benda-benda di dekatnya. Ia
mulai membedakan diferensiasi akan macam-macam benda yang dipegangnya. Pada
periode ini pula, koordinasi tindakan bayi mulai berkembang dengan penggunaan
mata dan telinga. Bayi mulai mengikuti benda yang bergerak dengan matanya. Ia
juga mulai menggerakkan kepala kesumber suara yang ia dengar.
c. Periode
3 yaitu Reproduksi kejadian yang menarik (umur 4 – 8 bulan), Pada periode ini,
seorang bayi mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada di
sekitarnya, Tingkah laku bayi semakin berorientasi pada objek dan kejadian di
luar tubuhnya sendiri. Ia menunjukkan koordinasi antara penglihatan dan rasa
jamah. Pada periode ini, seorang bayi juga menciptakan kembali
kejadian-kejadian yang menarik baginya. Ia mencoba menghadirkan dan mengulang
kembali peristiwa yang menyenangkan diri (reaksi sirkuler sekunder).
d. Periode
4 yaitu Koordinasi Skemata (umur 8 – 12 bulan), Pada periode ini, seorang bayi
mulai membedakan antara sarana dan hasil tindakannya. Ia sudah mulai
menggunakan sarana untuk mencapai suatu hasil. Sarana-sarana yang digunakan
untuk mencapai tujuan atau hasil diperoleh dari koordinasi skema-skema yang
telah ia ketahui. Bayi mulai mempunyai kemampuan untuk menyatukan tingkah laku
yang sebelumnya telah diperoleh untuk mencapai tujuan tertentu. Pada periode
ini, seorang bayi mulai membentuk konsep tentang tetapnya (permanensi) suatu
benda. Dari kenyataan bahwa dari seorang bayi dapat mencari benda yang
tersembunyi, tampak bahwa ini mulai mempunyai konsep tentang ruang.
e. Periode
5 yaitu Eksperimen (umur 12 – 18 bulan), Unsur pokok pada perode ini adalah
mulainya anak memperkembangkan cara-cara baru untuk mencapai tujuan dengan cara
mencoba-coba (eksperimen) bila dihadapkan pada suatu persoalan yang tidak
dipecahkan dengan skema yang ada, anak akan mulai mecoba-coba dengan Trial and
Error untuk menemukan cara yang baru guna memecahkan persoalan tersebut atau
dengan kata lain ia mencoba mengembangkan skema yang baru. Pada periode ini,
anak lebih mengamati benda-benda disekitarnya dan mengamati bagaimana
benda-benda di sekitarnya bertingkah laku dalam situasi yang baru. Menurut
Piaget, tingkah anak ini menjadi intelegensi sewaktu ia menemukan kemampuan
untuk memecahkan persoalan yang baru. Pada periode ini pula, konsep anak akan
benda mulai maju dan lengkap. Tentang keruangan anak mulai mempertimbangkan
organisasi perpindahan benda-benda secara menyeluruh bila benda-benda itu dapat
dilihat secara serentak.
f. Periode
6 yaitu Refresentasi (umur 18 – 24 bulan), Periode ini adalah periode terakhir
pada tahap intelegensi sensorimotor. Seorang anak sudah mulai dapat menemukan
cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal, tetapi
juga dengan koordinasi internal dalam gambarannya. Pada periode ini, anak
berpindah dari periode intelegensi sensori motor ke intelegensi refresentatif.
Secara mental, seorang anak mulai dapat menggambarkan suatu benda dan kejadian,
dan dapat menyelesaikan suatu persoalan dengan gambaran tersebut. Konsep benda
pada tahap ini sudah maju, refresentasi ini membiarkan anak untuk mencari dan
menemukan objek-objek yang tersembunyi. Sedangkan konsep keruangan, anak mulai
sadar akan gerakan suatu benda sehingga dapat mencarinya secara masuk akal bila
benda itu tidak kelihatan lagi.
Karakteristik anak yang
berada pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a) Berfikir melalui perbuatan (gerak)
a) Berfikir melalui perbuatan (gerak)
b) Perkembangan fisik
yang dapat diamati adalah gerak-gerak refleks sampai ia dapat berjalan dan
bicara.
c) Belajar
mengkoordinasi akal dan geraknya.
d) Cenderung intuitif
egosentris, tidak rasional dan tidak logis.
2. Fase
Praoperasional (usia 2 - 7 tahun)
Pada fase
praoperasional, anak mulai menyadari bahwa pemahamannya tentang benda-benda di
sekitarnya tidak hanya dapat dilakukan melalui kegiatan sensorimotor, akan
tetapi juga dapat dilakukan melalui kegiatan yang bersifat simbolis. Kegiatan
simbolis ini dapat berbentuk melakukan percakapan melalui telepon mainan atau
berpura-pura menjadi bapak atau ibu, dan kegiatan simbolis lainnva Fase ini
memberikan andil yang besar bagi perkembangan kognitif anak. Pada fase
praoperasional, anak tidak berpikir secara operasional yaitu suatu proses
berpikir yang dilakukan dengan jalan menginternalisasi suatu aktivitas yang
memungkinkan anak mengaitkannya dengan kegiatan yang telah dilakukannya
sebelumnya. Fase ini merupakan rasa permulaan bagi anak untuk membangun
kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir anak pada
fase ini belum stabil dan tidak terorganisasi secara baik. Fase praoperasional
dapat dibagi ke dalam tiga subfase, yaitu subfase fungsi simbolis, subfase
berpikir secara egosentris dan subfase berpikir secara intuitif. Subfase fungsi
simbolis terjadi pada usia 2 - 4 tahun. Pada masa ini, anak telah memiliki
kemampuan untuk menggambarkan suatu objek yang secara fisik tidak hadir.
Kemampuan ini membuat anak dapat menggunakan balok-balok kecil untuk membangun
rumah-rumahan, menyusun puzzle, dan kegiatan lainnya. Pada masa ini, anak sudah
dapat menggambar manusia secara sederhana. Subfase berpikir secara egosentris
terjadi pada usia 2-4 tahun. Berpikir secara egosentris ditandai oleh
ketidakmampuan anak untuk memahami perspektif atau cara berpikir orang lain.
Benar atau tidak benar, bagi anak pada fase ini, ditentukan oleh cara
pandangnya sendiri yang disebut dengan istilah egosentris. Subfase berpikir
secata intuitif terjadi pada usia 4 - 7 tahun.
Masa ini disebut subfase berpikir secara intuitif karena pada saat ini
anak kelihatannva mengerti dan mengetahui sesuatu, seperti menyusun balok
meniadi rumah-rumahan, akan tetapi pada
hakikatnya tidak mengetahui alasan-alasan yang menyebabkan balok itu dapat
disusun meniadi rumah. Dengan kata lain, anak belum memiliki kemampuan untuk
berpikir secara kritis tentang apa yang ada dibalik suatu kejadian.
Karakteristik anak pada
tahap ini adalah sebagai berikut:
a) Anak
dapat mengaitkan pengalaman yang ada di lingkungan bermainnya dengan pengalaman
pribadinya, dan karenanya ia menjadi egois. Anak tidak rela bila barang
miliknya dipegang oleh orang lain.
b) Anak
belum memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang membutuhkan
pemikiran “yang dapat dibalik (reversible).” Pikiran mereka masih bersifat
irreversible
c) Anak
belum mampu melihat dua aspek dari satu objek atau situasi sekaligus, dan belum
mampu bernalar (reasoning) secara individu dan deduktif.
d) Anak
bernalar secara transduktif (dari khusus ke khusus). Anak juga belum mampu
membedakan antara fakta dan fantasi. Kadang-kadang anak seperti berbohong. Ini
terjadi karena anak belum mampu memisahkan kejadian sebenarnya dengan imajinasi
mereka.
e) Anak
belum memiliki konsep kekekalan (kuantitas, materi, luas, berat dan isi).
f) Menjelang
akhir tahap ini, anak mampu memberi alasan mengenai apa yang mereka percayai.
Anak dapat mengklasifikasikan objek ke dalam kelompok yang hanya mempunyai satu
sifat tertentu dan telah mulai mengerti konsep yang konkrit.
3. Fase
Operasi Konkret (usia 7- 11 tahun)
Pada fase operasi
konkret, kemampuan anak untuk berpikir secara logis sudah berkembang, dengan
syarat, obyek yang menjadi sumber berpikir logis tersebut hadir secara konkret.
Kemampuan berpikir logis ini terwujud dalarn
kemampuan
mengklasifikasikan obyek sesuai dengan klasifikasinya, mengurutkan benda sesuai dengan urutannya, kemampuan untuk memahami cara pandang orang lain, dan kemampuan berpikir secara deduktif.
mengklasifikasikan obyek sesuai dengan klasifikasinya, mengurutkan benda sesuai dengan urutannya, kemampuan untuk memahami cara pandang orang lain, dan kemampuan berpikir secara deduktif.
4. Fase
Operasi Formal (11 tahun sampai usia
dewasa)
Fase operasi formal ditandai oleh perpindahan dari cara berpikir
konkret ke cara berpikir abstrak. Kemampuan berpikir abstrak dapat dilihat dari
kemampuan mengemukakan ide-ide , memprediksi kejadian yang akan
terjadi, dan melakukan proses berpikir ilmiah, yaitu mengemukakan hipotesis dan
menentukan cara untuk membuktikan kebenaran hipotesis.
Menurut
piaget, perkembangan dari masing-masing tahap tersebut merupakan hasil perbaikan
dari perkembangan tahap sebelumnya.[7]
Hal ini menurut tahapan piaget, setiap individu akan melewati serangkaian perubahan
kualitatif yang bersifat invariant, selalu tetap, tidak melompat atau mundur.
Perubahan-perubahan dalam kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur
berfikir. Dari sudut biologis, piaget melihat adanya sistem yang mengatur dari
dalam sehingga organisme mempunyai sistem pencernaan, peredaran darah, sistem
pernafasan dan lain-lain. Hal yang sama juga terjadi pada sistem kognisi, di
mana adanya sistem yang mengatur dari dalam yang kemudian dipengaruhi oleh
faktor-faktor lingkungan.
Untuk
menunjukkan struktur kognitif yang mendasari pola-pola tingkah laku yang
terorganisasi, piaget menggunakan istilah skemadan adaptasi.
Skema
(struktur kognitif) adalah proses atau cara mengorganisasi dan merespon
berbagai pengalaman. Dengan kata lain, skema adalah suatu pola sistematis dari
tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi pemecahan masalah yang memberikan
suatu kerangka pemikiran dalam menghadapi berbagai tantangan dan jenis situasi.
Adaptasi
(struktur fungsional) adalah sebuah istilah yang digunakan piaget untuk
menunjukkan pentingnya pola hubungan individu dengan lingkungan dalam proses
perkembangan kognitif. Adaptasi ini muncul dengan sendirinya ketika bayi
tersebut mengadakan interaksi dengan dunia disekitarnya. Mereka akan
belajar menyesuaikan diri dan
mengatasinya sehingga kemampuan mentalnya akan berkembang dengan sendirinya.
Menurut piaget adaptasi ini terdiri dari dua proses yang saling melengkapi
yaitu asimilasi dan akomondasi.
Asimilasi,
dari sudut biologis asimilasi adalah integrasi antara elemen-elemen eksternal
(dari luar) terhadap struktur yang sudah lengkap pada organsme. Asimilasi
kognitif mencangkup perubahan objek eksternal menjadi stuktur pengetahuan
internal. Proses asimilasi ini didasarkan atas kenyataan bahwa setiap saat
manusia selalu mengasimilasikan informasi-informasi yang sampai kepadanya,
dimana kemudian informasi-informasi tersebut dikelompokkan kedalam
istilah-istilah yang sebelumnya sudah mereka ketahui.
Akomondasi,
adalah menciptakan langkah baru atau memperbarui, atau menggabung-gabungkan
istilah lama untuk menghadapi tantangan baru. Akomondasi kognitif berarti
mengubah struktur kognitif yang telah dimiliki sebelumnya untuk disesuaikan
denagan objek stimulus eksternal. Jadi kalau pada asimilasi terjadi perubahan
pada objeknya, maka pada akomondasi perubahan terjadi pada subjeknya, sehingga
ia dapat menyesuaikan diri dengan objek yang ada di luar dirinya. Sturtur
kognitif yang sudah ada dalam diri seseorang mengalami perubahan supaya sesuai
dengan rangsangan-rangsangan dari objeknya.
Piaget
mengemukakan bahwa setiap organisme yang ingin mengadakan penyesuaian
(adaptasi) dengan lingkungannya harus mencapai keseimbangan (ekuilibrium),
yaitu antara aktivitas individu terhadap lingkungan (asimilasi) dan aktivitas
lingkungan terhadap individu (akomondasi). Hal ini berarti, ketika individu
bereaksi terhadap lingkungan, dia menggabungkan stimulus dunia luar dengan
struktur yang sudah ada, dan inilah asimilasi.
Pada saat yang sama, ketika lingkungan bereaksi terhadap individu, dan
individu mengubah supaya sesuai dengan stimulus dunia luar, maka inilah yang
disebut akomondasi.
D.
stimulasi dan optimalisasi kognitif
a.
Stimulasi
Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak
yang datangnya di luar individu anak agar anak tumbuh dan berkembang secara
optimal.[8]
. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus-menerus
pada setiap kesempatan. Anak yang mendapatkan stimulasi lebih cepat berkembang
dibandingkan dengan yang kurang atau tidak mendapat stimulasi. Kurangnya
stimulasi dapat menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak bahkan bisa
menyebabkan gangguan yang menetap.
Stimulasi juga merupakan penguat hubungan antara orang tua
dengan anaknya. Misalnya seorang ibu yang memberikan stimulasi/permainan kepada
anaknya, menyebabkan anak tersebut menjadi senang dan berinisiatif untuk
melakukan permainan dengan ibunya sehingga menciptakan suasana kasih sayang.
Dalam melakukan stimulasi ada prinsip dasar yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih
sayang.
2. Selalu tunjukkan sikap dan
perilaku yang baik karena anak akan meniru tingkah laku orang-orang yang
terdekat dengannya.
3. Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok umur
4. Lakukan stimulasi dengan mengajak
anak bermain, bernyanyi, menyenangkan, tanpa paksaan, tanpa hukuman dan
bervariasi.
5. Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan
sesuai umur anak.
6. Gunakan alat bantu atau permainan yang sederhana, aman
dan ada di sekitar anak.
7. Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan
perempuan.
8. Anak selalu diberi pujian, bila perlu diberi hadiah atas
keberhasilannya.
b. optimalisasi
Optimalisasi berasal dari kata
optimal artinya terbaik atau tertinggi. Mengoptimalkan berarti menjadi paling
baik atau paling tinggi sedangkan optimalisasi adalah proses mengoptimalkan
sesuatu dengan kata lain proses menjadikan sesuatu menjadi paling baik atau
paling tinggi.
Cara
Optimalkan Pertumbuhan Otak
Kasih
sayang dan stimulasi dini adalah bekal pembentukan otak anak yang cerdas.
Lengkapi dengan pola tidur berkualitas sejak bayi supaya otak buah hati tumbuh optimal. Bayi baru lahir, dengan
segala keterbatasannya hanya mampu mengomunikasikan apa yang diinginkan dan
rasakan melalui tangisan. Untuk mampu mengerti arti tangisan si kecil, seorang
ibu haruslah "dekat" dengan bayinya. Kedekatan ini tak sebatas kontak
fisik, tetapi juga kasih sayang sejati yang mengikat ibu-bayi dalam ikatan
emosional yang kuat.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perkembangan
kognitif adalah tahap-tahap perkembangan kognitif manusia mulai dari usia
anak-anak sampai dewasa, mulai dari proses-proses berpikir secara konkret
sampai dengan yang lebih tinggi yaitu konsep-konsep anstrak dan logis. Jean
Piaget seorang pakar yang banyak melakukan penelitian tentang perkembangan
kemampuan kognitif manusia, mengemukakan dalam teorinya bahwa kemampuan
kognitif manusia terdiri atas 4 tahap dari lahir hingga dewasa. Tahap dan
urutan berlaku untuk semua usia tetapi usia pada saat seseorang mulai memasuki
tahap tertentu tidak sama untuk setiap orang.
Keempat tahap
perkembangan itu digambarkan dalam teori Piaget sebagai berikut :
1. Tahap
sensorimotor: umur 0 – 2 tahun (anak
mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi
obyek).
2. Tahap
pra-operasional: umur 2 – 7 tahun (Ciri pokok perkembangannya adalah penggunaan
symbol/bahasa tanda dan konsep intuitif).
3. Tahap
operasional konkret: umur 7 – 11 tahun (anak mulai berpikir secara logis
tentang kejadian-kejadian konkret)
4. Tahap
operasional formal: umur 11 ke atas. (Ciri pokok perkembangannya adalah
hipotesis, abstrak, deduktif dan induktif serta logis dan probabilitas ).
Stimulasi adalah kegiatan merangsang
kemampuan dasar anak yang datangnya di luar individu anak agar anak tumbuh dan
berkembang secara optimal. optimalisasi adalah proses mengoptimalkan sesuatu
dengan kata lain proses menjadikan sesuatu menjadi paling baik atau paling
tinggi.
B.
Saran
Demikian
penulisan makalah yang kami susun tentang bahasan Perkembangan Kognitif. Semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis dan khususnya bagi pembaca. Kritik dan
saran yang sifatnya membangun sangatlah kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Desmita.
psikologi perkembangan peserta didik.
Batu sangkar: PT Remaja Rosdakarya. 2009
Desmita. psikologi perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2009
Syamsu
yusuf. psikologi perkembangan anak dan
remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2012
Purwakania
hasan. psikologi perkembangan islam.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006
Dian044.blogspot.com.2012/05/karya-tulis-ilimiah-stimulasi-anak-usia.html.
[1]
Desmita,psikologi perkembangan peserta didik.(Batu sangkar:PT Remaja
Rosdakarya,2009).h. 97
[3]
Purwakania hasan ,psikologi perkembangan islam.(Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada,2006).h. 135
[6]
Syamsu yusuf, psikologi perkembangan anak dan remaja.(Bandung:PT Remaja
Rosdakarya,2012).h.6
[7]
Desmita,psikologi perkembangan.(Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2009).h.47
[8]
Dian044.blogspot.com.2012/05/karya-tulis-ilimiah-stimulasi-anak-usia.html.
penjelasan nya cukup jelas dan bisa di pahami, terima kasih
BalasHapusMy blog